Cari Blog Ini

Selasa, 29 Juni 2010

Sosok zamroni perspektif sofyan wanadi

Sofyan Wanandi:
Untuk itu beliau selalu bicara dalam hati beliau merasa stress, kok tidak bisa melanjutkan perjuangan seperti teman-teman yang lain. Sebab dia melihat banyak teman-temannya angkatan 66 menjadi menteri pada saat itu termasuk Saudara Cosmas ini saya rasa. Beliau karena partainya lain dan lain-lain, merasakan bahwa dia mempunyai kemampuan tapi kesempatan tidak ada. Malahan karena prinisip-prinsipnya, akhirnya Saudara Zamroni ini, beliau harus tersisihkan di dalam perjuangan.

Untuk itu saya melihat pentingnya untuk masa depan kita pikirkan dan kita kenangkan, apakah ini harus terjadi. Saya masih merasakan bahwa Saudara Zamroni ini adalah orang yang berani menegakkan kebenaran. Beliau orang yang berani mengatakan tidak, sehingga untuk itu beliau harus tergeser. Mungkin ini suatu permainan dan korban politik, tapi saya rasa itu adalah biasa dan beliau menerima dengan hati besar. Tapi saudara-saudara mengetahui, sekali pemikiran-pemikiran beliau itu beliau turunkan atau paling sedikit dengan kebersamaan kita, dalam kita bertukar pikiran itu, ini dapat kita perjuangkan bersama.

Jadi saya merasakan betul, Bapak-bapak dan Saudara saudara sekalian, bahwa itulah Saudara Zamroni yang saya kenal. Dan sampai akhir perjuangan beliau itu betul-betul kebersamaan kita luar biasa. Pada setiap pertemuan Angkatan 66, Zamroni selalu hadir, bahkan beliau harus datang dengan kursi roda, selalu datang dimana saja. Jadi betul-betul saya merasakan komitmen dia bahwa apa yang telah angkatan 66 ini perjuangkan betul-betul harus dilanjutkan.

Jadi saudara-saudara sekalian, saya tidak ingin banyak berkata-kata, tapi hanya ingin berkata bahwa apa yang dibuat Saudara Zamroni dalam memperjuangkan kebenaran, saya rasa, dalam memperjuangkan hati nurani beliau, saya ndak tahu apakahmasih ada dan masih diteruskan oleh teman-teman yang lain. Ini yang selalu menjadi kekhawtiran saya Saudara-saudara, saya ndak tahu apakah karena saya pengusaha disini, saya merasakan semua. Ini sebenarnya suatu forum bagi saya juga untuk mengadakan suatu introspeksi, apakah tahun 66 yang kita cetuskan tiga puluh tahun yang lalu itu apakah sama dengan apa yang kita inginkan pada saat itu. Sebab saya melihat pelaku-pelakunya sebagian besar sama yang kita angkat, yang memimpin kita selama tiga puluh tahun ini. Tapi apakah tidak ada hal-hal yang menyimpang dari apa yang kita cita-citakan di dalam kita memperjuangkan kebenaran ini, memperjuangkan persatuan bangsa ini, memperjuangkan kemajuan bangsa ini. Saya tidak tahu saudara-saudara jawaban ini, tapi saya merasakan bahwa kita sudah mulai banyak menyimpang. Saya tidak tahu apakah saya benar.

Kita, saya rasa, dalam pertumbuhan macam-macam ini, kita merasakan apa yang yang terjadi dalam masyarakat, bukan ini saya rasa cita-cita. Banyak penyimpangan-penyimpangan menurut saya yang harus kita perbaiki. Kita ingin agar bangsa ini harus jauh lebih baik, apa kekurangan yang harus kita perbaiki tanpa merusak apa yang sudah kita punya. Jadi inilah yang saya lihat yang saya inginkan kepada teman-teman yang lebih penting dari saya ini untuk apakah kita masih tetap committed terhadap apa yang kita perjuangkan ini. Saya percaya mungkin saudara-saudara akan mem-blame saya dulu yang akan mempersoalkan saya dulu karena mungkin saya yang paling menikmati selama tiga puluh tahun perjuangan ini. Saya sadari bahwa saya harus berbuat lebih banyak dalam rangka pemerataan perjuangan ini, dan saya tahu saya punya korban. Dan mungkin besok saya akan menjadi korban politik seperti yang dialami saudara Zamroni.

Saya sadar bahwa mungkin saudara Sofyan Wanandi yang sudah dianggap konglomerat juga besok bisa habis. Saya sadar itu karena itu saya bicara apa yang sesuai hati nurani saya. Karena saya tahu saya ada cuma tinggal 10 atau 20 tahun lagi. Jadi saya masih merasakan apa yang saya cita-citakan untuk bangsa ini. Saya masih coba bicarakan walaupun belum tentu didengar. Tapi saya percaya teman saya Zamroni mengatakan perjuangan tidak akan ada akhirnya dan akan selalu ada yang meneruskan perjuangan saudara. Maka itu saudara-saudara sekalian yang penting adalah kita harus bicara sesuai hati nurani kita. Kita harus tetap membela kebenaran yang ada dan apa yang tidak baik harus berani kita katakan. Dan disini- saudara-saudara, kita makin hari makin kurang keberanian kita untuk menghadapi hal-hal yang kita anggap jelek. Saya harapkan saudara-saudara, kesempatan kita mengadakan introspeksi mengenang teman saya saudara Zamroni, yang mempunyai begitu hebatnya posisinya akhirnya toh tergeser.

Tapi saudara-saudara karena kebersamaan kita saya rasa, kita akan tetap memperhatikan dan selalu saling membantu. Dan ini juga yang saya minta generasi muda jangan kita persoalkan cuma masalah-masalah daripada kita sendiri. DAn sekarang saya rasa bangsa kita sudah terpecah ke dalam segala macam kelompok-kelompok, yang memperjuangkan tapi lupa bahwa bangsa, kebersamaan kita dalam mempersatukan bangsa dan memperjuangkan kepentingan bangsa ini secara nasional, itu adalah cita-cita bersama. Karena itu saudara-saudara, bahwa saya lebih dekat pada saudara Zamroni dari pada saya lebih dekat pada konglomerat-konglomerat lain. Itu saya lakukan karena ini teman sejati saya yang saya punya.

Dan ini, saudara-saudara, menurut saya yang harus saudara-saudara mudah-mudahan coba memperluas cakrawalanya, memperluas pertemanannya, memperluas bersama-sama perjuangannya sehingga bangsa kita yang kita cintai ini harus betul terus kita perjuangkan. Kita harus bersama-sama menikmati hasil perjuangan ini. Demikian Saudara Soemarno dan terima kasih.

Sugeng Saryadi :
Saudara-saudara sekalian, saya mencari-cari ingatan setelah umur 54 tahun memang agak susah, yang saya ingat tentang bung Zamroni. Saya coba ingat karena memang saya di Bandung dan ini teman-teman dari Jakarta semua dan ini kebiasaan dari anak-anak Bandung ini kan membikin persoalan. Jadi saya ingat bung Zamroni sementara ini yang saya ingat hanya sekali yaitu bersama-sama bung Cosmas, bung Mar'ie kemudian kalau nggak salah dengan bung David ya ikut ke Bandung mau memperingatkan presidium Kami Bandung karena terlalu jauh 'keberaniannya'. Tapi kualat.

Mobilnya terbalik di Padalarang. Akhirnya kacamatanya bung Mar'ie pecah, kemudian bung Cosmas luka dimana begitu, kaki luka. Kemudian dirawat di Boromeus kalau nggak salah. Itu ingatan yang saya bisa ingat mengenai bung Zamroni ini, bung David, Pak Mar'ie dan bung Cosmas. Yang kedua, ini yang agak lucu, karena saya selalu diselipkan oleh teman-teman Jakarta ini sekarang, dimana saja saya diselipkan. Yang kedua ini sebelum saya mengambil kesimpulan atau pandangan mengenai perasaan saya tentang bung Zamroni. Tahun 1966 itu saya tidak tahu 'rekayasa', karena memang politik itu ada rekayasa.

Nggak tahu jaman dulu pun ada rekayasa. Jadi ada yang diangkat dari golongan kelompok mahasiswa menjadi anggota DPR/ MPR. Kalau nggak salah yang merekayasa ini Pak Harry Tjan, kalau ndak salah ini. Saya juga saya sampeyan selipkan lagi. Dari 13 ini saya diselipkan dari Bandung. Saya juga ndak tahu menahu mengenai itu. Jadi 13 gambarnya kalau saudara beli bukunya pak Cosmas ini. Mengapa saya bilang beli Pak...supaya beli jangan dibagi saja. Di halaman 34 itu ada gambar tokoh-tokoh 13 mahasiswa yang diangkat oleh, waktu itu kalau nggak salah Pak Harto, masih menjadi pemegang SP 11 Maret. Disini hanya... Pak Zamroni tidak kelihatan, saya coba ingat-ingat...jadi dari 13 itu saya dimasukkan sebagai salah satu yang dari Bandung. Sehingga, Pak harry Tjan...supaya anda ingat nih Pak Harry, saya dibikin karikatur oleh Ramantoleng di Mahasiswa Indonesia. Bayangkan adik-adik...jaman itupun kritik terhadap teman sebegitu jauh.

Teman-teman somalnya Pak Elias ini dulu mempunyai koran namanya Mahasiswa Indonesia itu karena saya diselipkan lagi oleh temen-temen Jakarta, itu dibikin karikatur, ada rombongan mahasiswa Bandung teriak-teriak vokal...saya dibikin karikatur lari sendiri di depan. Ingatan saya mengenai Bung Zamroni adalah demikian ia adalah sosok seorang Jawa, seorang Islam yang tidak banyak bicara. Kalau dekat dengan beliau itu kedamaian yang ada, sejuk, tidak menggebu-gebu, tidak banyak tingkah, tenang. Tapi ketika menyampaikan pendapat, saya setuju dengan saudara Suryadi, dia tegas, dia bisa bicara dengan bahasa yang enak.

Itu kenangan saya. tapi lantaran hari ini kita diminta untuk sedikit meretrospeksi kita tentang Orde baru dan Angkatan 66 saya kira mengenang salah seorang teman yang sudah tiada seyogyanya kita mengambil sari dari apa yang kita sepakati pada waktu itu. Di Bandung yang sudah meninggal lebih banyak dari Jakarta. Ali Anwar, saudara Alex Sumondor, Saudara Daim Araim (Mapancas) kemudian saudara Bonar Siagian. Kemudian kalau rekan-rekan saya di Bandung sudah ada empat yang meninggalkan kita.

Jadi memang, Pak David, kita tidak tahu berapa tahun lagi kita akan dipanggil. Tapi marilah kita lebih banyak diet dan melakukan sport supaya kita bisa sehat wal afiat untuk bisa melihat kelanjutan dari sejarah kita. Kalau saudara-saudara sekalian jadi membeli bukunya Pak Cosmas, saya ingin untuk adik-adik kita di kemudian hari, supaya kalau kita melihat sesuatu itu jangan di Z saja. Tapi abjad kita inikan, a, b, c , d sampai z. Kita kalau melihat sesuatu di k atau di z, atau s sering membuat kita frustrasi.

Dulu saudara....ini tinggalnya di Kalipasir, sama dengan saya dan saudara Fahmi. Mulai usaha sama saja. Kalau melihat sekarang hotelnya segini gede, inikan z-nya kadang-kadang marah kita. Sialan angkatan 66 bisa begini katanya. Kita nggak melihat a-nya. A-nya saudara...ini dulu tinggalnya di Kalipasir di belakang kantor pos kalau ke sana tuh bisanya naik skuter nggak bisa masuk mobil. Jadi karena dia berusaha keras, bekerja keras sekarang sampai pada tempat yang seperti ini. Demikian pula negara ini, ada a, b , c, d-nya sampai z-nya. Tahun 1966, adik-adik itu inflasi kita 600%, kalau ndak salah devisa kita pada waktu cadangan hanya US$450 ribu, sekarang di kantongnya Pak...itu ada itu US$1000. Tapi negara kita pada waktu itu sedemikian kondisinya. Itu a-nya demikian.

Hingga ada yang disebut kelompok Jimbaran, swasta sekarang peranananya lebih besar daripada pemerintah, jangan ini membuat kejengkelan adik-adik. Sebab apa ? A-nya dulu, kita lihat a-nya dulu. Pabrik-pabrik yang sekarang berdiri ada yang dulunya tempat jin buang anak. Ada itu. Kemudian ini tempat dulu Kramat Tunggak bukan ya ? Kramat Tunggak agak kesana sedikit. Seingat saya pak Zulharmans, pak Gunawan Muhammad itu biasanya kalau mau cari tukang pijit atau mau telpon itu carinya dekat Senen. Jadi itukan a, b, c-nya, jadi kita-kita ini yang duduk pakai dasi sekarang dulu waktu a, b, c-nya adalah demikian.

Jadi kalau adik-adik sekarang naik bis kota, masih mencari bemo, kadang-kadang nggonceng ojek, that's the kind of life yang sudah kita gone through, sudah melampaui itu. Jadi ketika 600% inflasi kemudian 30 tahun, kita sedang merefleksi artinya berbangsa dan bernegara, sudah dicapai adalah satu, menurut bukunya Pak Harry Tjan Silalahi, yang saya beli juga di Gramedia, yang disebut konsensus nasional. Ada beberapa konsensus-konsensus yang sudah dicapai oleh orba ini. Jadi karena hari ini adik-adik ini datang untuk berbicara mengenai kebangsaan, dan khususnya karena ini mau menjelang pemilu, yang kita kaji disini mengenai mengapa tidak ada oposisi di Indonesia. Saudara Cosmas mengatakan dalam bukunya hal. 12, ketika membicarakan hasil pemilu tahun 1955, Masyumi mendapatkan 57 kursi, PNI mendapatkan 57 kursi, NU 45 kursi dan PKI 39 kursi, ini jaman parlementer.

Ketika Pak Ali Sastroamidjojo ditunjuk sebagaiformatir kabinet, Pak Cosmas mengatakan disini, orang-orang PNI itu inginnya koalisinya itu adalah PNI, Masyumi dan NU. Inginnya dari PNI. Tetapi PKI menolak karena ingin koalisinya adalah PNI, NU dan PKI. Lha ini yang menarik dari bukunya Pak Cosmas adalah a-nya ini. Saya bilang asal muasalnya konsensus nasional itu dia bilang begini, kelihatan tidak ada partai yang berani dengan sukarela menjadi oposisi di parlemen. Jadi tadi saya bilang sama bung Cosmas...lho jadi tidak beraninya oposisi itu sejak jaman dulu.

Artinya, pak Harry Tjan ini saya me...pendapat, konsensus nasional yang terjadi. Pak Suryadi berkata di Jawa Timur, ketua umum PDI, juga ketua umum saya, bahwa PDI tidak akan melakukan oposisi karena akan digiles oleh pemerintah, itu bahasa dia. Malahan Pak Suryadi sudah bikin yel baru, saya nggak kampanye nih Pak Harry Tjan, yelnya begini...nanti kalau ada Banteng ? harus dijawab Yes ! Wuah itu bukan main itu Pak. Jadi ternyata tidak ada oposisi ini juga terjadi, ketidakberanian itu ketika jaman parlemen bukan hanya sekarang. Jadi kalau saudara-saudara membaca ini dari a-nya, z-nya kenapa sekarang oposisi itu sekarang, bukan tidak ada ya, tapi tidak dijalankan, barang kali juga a-nya ada asal muasalnya.

Itu yang ingin saya katakan. Kedua, 45 ini ada batang tubuhnya ditambah ketetapan2 MPR(S) maupun MPR yang masih berlaku sekarang, memang sulit untuk kita ini, terutama adik-adik, untuk memahami mengenai hal itu. Tadi Pak Bian Kun mengatakan, kalau mengasuh anak asuh itu misalnya Sugeng Saryadi atau Bian Kun itu radiusnya paling-paling 5 kilometerlah dari rumah kita, atau sporadis. Nah sekarang ini sayangnya kalau kita membicarakan kebangsaan, berpolitik itu kita bicara warna. Jadi hanya kuning, merah, hijau. Kemudian orang Rhoma Irama atau Guruh atau Pak Surjadi atau Mega. Sugeng Saryadi atau Fahmi Idris, kan begitu. Tidak bicara substansi.

Saya mengapa mengambil alih mengenai pemerataan anak asuh, mengenai nperadilan anak umpamanya. Saya nanti umpamanya dijadikan caleg oleh Pak Suryadi atau wakil. Saya bilang sama adik-adik, di pasal 34 UUD 45 dikatakan disitu anak-anak yatim piatu dan terlantar dipelihara oleh negara. Saya akan memperjuangkan itu untuk menjadi undang-undang. Karena itulah esensi daripada mestinya kembali ke 45 secara murni dan konsekuen, daripada kita ribut misalnya ada anak terlantar jangan-jangan sekarang dipersoalkan karena anak yang terlantar orang Islam nanti yang memelihara orang Katolik atau Protestan, bukan orang Islam. Berkelahi. Nah karena ini menjelang pemilu, diambil sebagai isu politik, kan menarik. Kenapa ini penting kita berpolitik di kemudian hari untuk secara kebangsaan jangan membicarakan soal warna dan soal nama orang.

Di batang tubuh UUD 45 banyak sekali yang bisa kita lakukan bisa tidak kita serius. Bisa tidak yang porsinya banyak ini setuju dengan yang porsinya kurang di DPR, untuk mengembalikan hak-hak fraksi, hak budget, hak interpelasi, pasti yang porsinya sedikit P3 dan PDI akan minta itu. Tapi pembangunan politik tergantung pada mereka yang memiliki kursi banyak, konsensus nasional Pak Harry Tjan. Bisa nggak dicari konsensus nasional yang baru agar pertanyaan-pertanyaan, kritik itu untuk kehidupan berbangsa dilakukan di gedung DPR. Bukan di jalan raya oleh adik-adik kita ini, kan begitu. Sebab kalau katupnya itu ditutup di sana, maka yang meledak adalah di jalan-jalan.

Jadi seyogianya konsekuensi logisnya kan begitu. Mari kita buat konsensus-konsensus berbangsa sambil memperingati ide dan cita-citanya Pak Zamroni ini, kembalikan itu hak-hak politik daripada partai-partai politik dan golongan yang ada di parlemen, kan begitu. Jadi kalau mau ada konsensus nasional mari kita bicarakan UUD 45, secara murni dan konsekuen, minus. Nah ini juga mengenai dwi fungsi. Adik-adik sekalian, dwi fungsi ini ada TAP MPR-nya. Kalau anda setuju atau tidak setuju, ya mesti merubah dulu ini TAP. Gitu lho. Mengapa ini ABRI harus mempunyai peranan sosial politik, ABRI menurut saya tidak boleh mempunyai apa yang disebut subjective interest. Dia hanya boleh memiliki objective interest yaitu keamanan, menjaga kelangsungan hidup bangsa, tapi subjective interest mestinya ndak boleh. Makanya dia punya status porsi di DPR supaya dia menjaga itu. Supaya jangan ada, kesemerawutan masalah-masalah.

Marilah saya meng himbau teman-teman agar kehidupan berbangsa kita di kemudian hari lebih, barangkali di masa datang kontemplasi yang ada hari ini, mari kita mengarahkan, meng-engineer bentuk-bentuk konsensus nasional yang baru. Jangan sampai konsensus nasional yang umurnya sudah 30 tahun mau distatus quokan sehingga itu menjadi barang yang sepertinya tidak bisa diubah kembali. Kalau kita sebagai bangsa kita tidak bisa menjawab tantangan itu maka yang saya khawatirkan, cita-citanya bung Zamroni 30 tahun yang lalu, kemudian kawinkan dengan cita-cita adik-adik kita hari ini karena apa namanya institusi-institusi kenegaraan kita tidak berjalan sesuai yang kita harapkan. Maka katupnya tertutup sehingga meledaknya di samping-samping itu, yang tidak kita inginkan bersama. Kurang lebih dalam mengenang saudara Zamroni yang kita kenal bersama-sama 30 tahun yang lalu, moga-moga hal-hal yang semacam ini bisa menjadi bahan pemikiran kita bersama. Dan marilah kita teruskan perjuangan beliau ini. Bagi yang masih hidup dengan segala macam ketelitian kita, kerapian kita, khususnya angkatan 66, masih belum selesai Bung David. Masih ada kira-kira 10-15 tahun berikut ini,meskipun kita sudah cukup tua. Bung Harry Tjan, konsensus nasional baru. Mari kita cari untuk mencapai hal itu. Beberapa hal yang bisa dicatat dari tiga pembicara tadi adalah :

* sistem politik
* wawasan kebangsaan
* oposisi
* persahabatan
* keberanian hati nurani
* persatuan dan kesatuan
* peranan politik ABRI


Harry Tjan Silalahi :
Pewrtama perkenankanlah saya bersama Anda sekalian untuk mengenang dan menundukkan kepala untuk saudara Zamroni dan mendoakan semoga beliau mendapat pahala dari Tuhan dan keluarga yang ditinggalkan mendapat kekuatan sesuai jasa-jasa beliau. Perlu
saya catat bahwa saudara Zamroni adalah orang yang komitmennya tinggi sekali. Pada hari-hari pertama, Oktober tahun 65, beliau adalah orang yang datang menghadap dan menyediakan diri untuk turut serta gerakan menghadapi PKI. Karena barangkali ini ajakan Alm. Bapak Subhan, toh akhirnya karena kesadaran beliau. Lalu menjadi ketua Presidium KAMI Pusat dari organisasi yang pada waktu itu masih berkenan di hati pimpinan Orla. Lha kalau dia sudah tidak berkenan menjadi ketua....oposisi ya lumrah saja.

Masih berkenan. Dan jangan lupa Zamroni bersedia menjadi ketua KAMI Pusat, menandatangani surat-surat, dokumen2, statement2 yang cukup tegas atas nama mahasiswa. Kalau sekarang ini orang menandatangani surat atas nama KAMI bangga, saudara Marno apa bangga, bahkan eks-KAMI bangga. Karena pemenang ya. Namun pada waktu itu nobody knows, belum tahu...menang atau kalah belum tahu barangkali bisa masuk Buru. Bukan PKI yang diburu, kita yang diburu. I do not know. But Zamroni ada komitmen itu. Ini kebesaran. Yang kedua, Zamroni seorang yang committed terhadap cross-agama relation, tidak pernah mempersoalkan itu dan menjadi pemimpin yang diteriam semua pihak. Kedua, kemudian dibuktikan juga dia adalah cross-cultural dan cross-ethnicity.

Dia selalu committed dengan apa yang pernah dikembangkan oleh Cosmas Batubara dan Suryadi, Bakom BKB Pusat dimana sampai hayatnya beliau tetap menjadi pengurus dan memperjuangkan bagaimana bangsa Indonesia ini menjadi bangsa Indonesia yang sudah lengkap, selesai.. tidak dipersoalkan lagi ke-Indonesiaannya. Dan tradisi ini memang timbul dari kalangan NU rupanya seperti Kyai Sidik mengatakan Pancasila adalah keputusan final bagi umat Islam atau bagi NU. Begitu pula Zamroni, meskipun belum sempat mengucapkan, termasuk orang yang mengucapkan ke-Indonesiaan adalah final, tidak perlu akar-akar lain lagi.

I think this is fair strategy pada saat ini. Dan Zamroni telah membuktikan itu. Dan ketiga, Zamroni menunjukkan tidak moncer, orang Jawa bilang, baik materiil maupun kedudukan. Oleh karena itu beliau low profile sampai akhir hayatnya. Jadi dikatakan merupakan kesedihan, belum tentu. Barangkali ini merupakan amalnya yang besar, yang menjadi tonggak karena apa ? karena kemonceran dalam kerohaniannya ini yang disyukuri dan dinikmati dan dirayakan oleh kawan-kawannya. Kalau saya punya uang menikmati dan mensyukuri saya sendiri ya lumrah saja. Tapi kalau orang sampai dinikmati dan disyukuri orang lain itu berkah tidak bagi saja yang mati akan tapi lebih-lebih bagi yang ditinggalkan. Keluarganya, organisasinya, tradisinya...ini penting. Lalu saya ingin membuat catatan.

Tadi bung Suryadi mengatakan NU ortodoks. Saya kira orang-orangnya memang latar belakang NU para petani sederhana, saya kira ortodoks. Tapi dalam pemikiran kebangsaan, NU adalah maju sekali. Saya mengambil catatan, menurut penelitian yang saya lakukan dan para sarjana...meskipun 45, 10 November yang mengorbankan...adalah Kyai Anshari, Hasyim Ashari dan memakai slogan-slogan agamis Allahu Akbar yang dikumandangkan Bung Tomo dan peperangan melawan kolonialisme yang begitu gegap gempita di Jatim, Surabaya, tetapi setelah itu tidak pernah ada gerakan baru Islam di Jawa Timur dan gerakan TII, karena setelah selesai ikhlas ini bangsa Indonesia.

Ini yang kadang-kadang dilupakan. Ini kontribusi terbesar, pemikiran-pemikiran para kyai-kyai yang dikatakan ortodoks tadi dalam membina kebangsaan. Tradisi ini dilanjutkan oleh Subhan, Zamroni, Abdurrahman Wahid, dll. dan ini sekarang diperlukan...diperlukan sekali. Betapa kita bisa mengakhiri my loyality to my group and my loyalti to my country begins. I think it is very crucial pada saat-saat peralihan generasi seperti ini, dimana kita mengalami musibah-musibah yang tidak perlu terjadi. Kita me-refresh pemikiran kita. Saya akan meng-elaborate di pertengahan November dalam suatu seminar. Tadi Sugeng minta supaya DPR diberi kuasanya...oke saya setuju tetapi yang....yang mau mempergunakan hak itu anggota DPR sendiri.

Itu masalah saya. Nanti ndak enak. Coba..dicoba, kalau sampai itu distop ya memang distop, dipertanggungjawabkan. Saya sudah mencoba ini tapi tidak boleh..kalau baru omong-omong jangan ini dulu deh nanti jadi geger. Oleh karena itu pepatah buruk muka cermin dibelah...itu anggota DPR sekarang kan begitu. Atau tidak bisa menari dikatakan lantainya licin. Saya harap besok Pak Wi jadi anggota DPR, anggota DPA, tidak seperti pada tahun 64 bahkan jauh sebelum tahun 65. Basirun ditarik oleh Fahmi, .....karena menghina HMI. Basirun teman kita juga, temennya Fahmi dalam dagang barangkali, ndak tahu. Memang kalau sudah ketemu duit itu akur...Dan karena duit kita juga berpisah...but it's okay...fine itu namanya wolak-waliki jaman.

Oleh karena itu saudara Sugeng yang penting adalah menanamkan the culture, political culture yang modern. Itu yang penting, jangan menuntut-nuntut seperti itu. Konsensus nasional, saya sependapat bahwa semua yang kami ciptakan 30 tahun yang lampau di Pelabuhan Ratu, Subhan memimpin partai2 politik untuk membuat sederetan persetujuan-persetujuan yang isinya a.l. adalah menata kehidupan politik, baru ini, termasuk penyederhanaan partai sistem pemilu, ABRI yang diangkat tapi tidak turut memilih, tiga partai...itu menjadi konsensus kita. Lalu itu menjadi ketetapan MPR sebagian, menjadi undang-undang sebagian dan itu dilaksanakan.

Tetapi itu semua sudah ada perubahan-perubahannya sekarang, ada edisi revisinya. Dan saya sependapat kalau sekarang perlu direvisi, artinya dilihat mana yang baik dilanjutkan dan mana yang belum diperbaiki. Tidak usah revolusi. Umwertung in alle werte tidak perlu(?). Radikal tidak perlu. Cabut lalu dibanting tapi yang diistilahkan sekarang revitalisasi yang ada ditegaskan pelaksanaannya dan diberanikan pelaksanaannya, revitalisasi, transformasi revitalisasi. Satu yang kunci yang bisa dijadikan revitalisasi dari konsensus nasional yang masih bisa kerangkanya dibuka adalah menurut saya lembaga kepresidenan.

Sekarang ini sudah tiba waktunya after all kontemplasi dan re-thinking yang ada, lembaga kepresidenan setelah ini maksimum dua kali. Ya artinya ini kan sudah selesai. Atau ini juga bisa dilaksanakan besok pagi. Susahnya ini David sudah bukan anggota MPR lagi. Kalau anggota MPR dia bisa mengusulkan stop tapi kalau tidak ini bisa dilembagakan dua kali. Guberunur juga kita tentukan dua kali, tentu ada maknanya. Bahwa ada giliranisasi. Itu menjadi penting. Ada yang mengatakan ini mengubah UUD. UUD hanya menentukan presiden lima tahun dan boleh dipilih saja, mbok sudah itu saja. Kalau mau dipilih lagi ya biarkan yang milih lagi, kan begitu.

Ndak tapi memperinci ini valid dan masih sesuai dengan UUD juga, sebab misalnya TAP 37 itu juga direvitalisasi dengan referendum, bahwa sekarang merubah UUD tidak sekedar 3/4 waktu sidang tapi harus melalui referendum yang dipersulit yang secara ketatanegaraan juga secara politis juga diperlukan pada saat ini. Oleh karena itu kita terima, begitu juga revitalisasi dari fatsal2 UUD adalah menjadi hal yang sangat penting. Misalnya segi kepresidenan. SAtu hal lagi yang dirubah oleh peraturan perundang-undangan dan menyimpang dari UUD 45 misalnya tentang pemerintahan daerah, itu UU no 5 tahun 74. Itu disitu ditiadakan asal usul nagari, marga, desa, dusun...semuanya desa.

Lurah semuanya menjadi pegawai negeri. Yang sebetulnya menghapus semangat subsidiaritis, menjadi anggota DPA memberi nasehat ini...tapi DPA itu ya Penak dan Sehat jadi ya tidak akan didenger nasehatnya. Dus inilah catatan-catatan dalam mengenang Zamroni sekaligus mengenang 40 tahun yang lampau, 30 tahun yang lampau, 25 tahun yang lampau, dimana kita bersama. Angkatan ini sudah menunjukkan kemampuan. SAya lebih tua sedikit dari angkatan ini. Angkatan sandwich saya. itu menunjukkan mereka dapat bergaul, bersahabat meskipun kompetisi dalam dagang dan lain sebagainya. Tadi Sofyan mengusulkan kita solider dan lain-lainnya. Buktikan jangan diomongkan. Karena para konglomerat ini meskipun tidak banyak tapi bisa berbuat sesuatu untuk turut mengangkat harkat martabat kemanusiaan kita. Dus, tidak kaya. Kita tidak mau kaya, barangkali cukup tapi harkat dan martabat dalam pencerdasan bangsa menjadi penting. Ini peringatan mengingat Alm. Zamroni yang saya hargai. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Free Market Of ideas will make it wonderfull mind

Rio

Rio

Penilaian anda tentang saya